Kurikulum Pendidikan Tinggi Direvisi Karena Dorongan Agama

Kurikulum hanyalah salah satu variabel yg mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Hal yg lebih mendasar adalah kebijakan pemerintah untuk memisahkan agama dan negara. Tanpa itu maka agama akan mencampuri urusan "duniawi", yang justru tidak ada resepnya dalam agama. Agama adalah urusan pribadi, karena menyangkut hubungan khusus individu dengan Tuhannya. Agama bukan urusan kolektif di ruang publik, terutama dalam konteks bangsa yang plural ini.

Tetapi kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Agama (Islam) justru sudah jauh merasuk ke dalam aturan-aturan formal negara untuk publik yg plural, melalui penerapan perda2 syariah. Pemerintah pusat pura2 tidak tahu. Padahal akibatnya hanyalah kekonyolan. Sebab syariah tdk memiliki resep utk memajukan ekonomi bangsa. Bahkan cenderung membatasi kegiatan ekonomi, bahkan membatasi sains. Krn syariah hanya berurusan dgn afterlife, kehidupan di alam baka!

Perubahan kurikulum di universitas tdk akan berdampak positif bagi kemajuan bangsa, jika para praktisi sains di universitas justru lebih berorientasi ke afterlife. Bukan kompetisi ilmiah yg muncul, tetapi perlombaan mendirikan tempat2 ibadah di berbagai sekolah negeri sampe di kampus, lengkap dengan TOA, pengeras suara. Kuliah yg tengah berlangsung hrs dihentikan sejenak ketika suara azan bergema.

Sy tdk anti agama, tetapi agama hrs dijalankan pada tempatnya. Sekolah dan kampus adalah tempat kita mendiskusikan sains dan teknologi, bukan tempat ibadah. Jika mau melakukannya di tempat kerja/sekolah, lakukannya secara individual, bukan secara kolektif apalagi sampai mengganggu kegiatan orang lain yg berbeda agama.

Dgn orientasi agama yg "salah arah" ini, perbaikan kurikulum itu tdk akan bermakna apa2. Bahkan bisa2 menjadi sarana utk memperkuat dominasi agama mayoritas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sejarah tentang Lipan dan Konimpis

MAHASISWA STIEPAR MANADO TAKLUKKAN SOPUTAN

Tari Dodol Siap Buka Festival Teluk Amurang